Friday

Kehidupan Dunia Yang Fana


Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi ini dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan agar kamu jangan terlalu gembira dengan apa yang Dia berikan kepada kamu dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadid: 22-23)

Kehidupan dunia bersifat fana. Sementara. Persis seperti kuncup bunga yang mekar dan wangi. Setelah itu jatuh gugur dan mengering disapu angin lalu. Tak beda dengan embun pagi. Kala mentari mulai meninggi, embun menguap tanpa meninggalkan jejak yang berarti.

Monday

Menanti Detik-Detik Pertemuan


Jika seorang hamba-Ku senang bertemu dengan-Ku, maka Aku pun akan senang bertemu dengannya.Tapi bila ia tidak suka bertemu dengan-Ku, maka Akupun tidak suka bertemu dengannya
(Hadits Qudsi Riwayat Al-Bukhari)

Adakah diantara kita yang lebih menyukai kematian ketimbang hidup? Kisah Aisyah yang menanyakan tentang hadits karahiyatul maut, menggambarkan orang yang berpenyakit wahn (cinta dunia dan membenci dan takut akan kematian)



Aisyah mengartikan bahwa manusia harus cinta pada mati dan tidak boleh takut pada kematian. Sementara lain dengan kondisi hatinya

Rasulullah menjelaskan hal ini, bahwa bukan ini maksud hadits beliau. Maksudnya adalah ketika kematian telah menjemput seorang mukmin, maka ia diberikan berita gembira tentang keridhaan Allah dan kemuliaan Allah. Ketika itulah, tidak ada satupun yang lebih dia cintai dibandingkan dengan apa yang ada dihapadannya. Demikian kondisi sebaliknya

Hubungan Dengan Allah SWT


Setiap mukmin sangat dituntut untuk terus menjalin hubungan yang dekat dengan Allah Swt, itu sebabnya di dalam Islam ada perintah untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Semakin dekat hubungan seseorang dengan Allah, semakin tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dengan dekatnya hubungan manusia kepada Allah dia selalu merasa dalam pengawasan Allah yang membuatnya tidak berani menyimpang dari jalan Allah.

Dalam kehidupan ini ada banyak jalinan hubungan yang harus kita lakukan kepada Allah Swt, diantara sekalian banyak hubungan, dapat kita sederhanakan menjadi tiga bentuk hubungan kepada Allah yang harus kita pahami dengan sebaik-baiknya dan dapat kita wujudkan dalam kehidupan ini.

Friday

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil


“Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.

Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.

“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173

Menangis Karena Allah


“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Alloh, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang yang Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dan menangis.' (QS Maryam: 58)

Menangis, sebuah aktifitas yang pertama kali kita lakukan ketika kita dilahirkan --seiring dengan berpindahnya kita dari alam kandungan ke alam dunia. Kita sudah tidak ingat lagi 'peristiwa penting' itu. Sejak kecil tak terhitung sudah berapa kali kita manangis. Menangis merupakan ungkapan kesedihan dan bisa pula sebaliknya, merupakan ungkapan kebahagiaan.

Thursday

Istighfar, Pesan Para Nabi


“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (Hud: 3)

Surat Hud yang pernah membuat Abu bakar terkejut saat melihat rambut Rasulullah saw beruban yang dijawab oleh Rasulullah dengan sabdanya, “Surat Hud dan saudara2nya telah membuat rambutku beruban”, ternyata sarat dengan perintah beristighfar yang disampaikan melalui lisan para nabiyuLlah dari Hud as, sholih dan syu’aib as.

Zikir dan Keutamaannya



1. Makna Zikir

Setiap mukmin pasti memahami bahwa zikir merupakan sesuatu yang sangat penting dan besar faedahnya.
Zikir merupakan amal efektif yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Firman Allah

Hai orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang (Al Ahzab [33] : 41)

Mendeteksi Sehatnya Qalbu


Qalbu yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan. Dan di antara tanda-tanda tersebut adalah mampu memilih segala sesuatu yang bermanfaat dan memberikan kesembuhan.

Dia tidak memilih hal-hal yang berbahaya serta menjadikan sakitnya qalbu. Sedangkan tanda qalbu yang sakit adalah sebaliknya. Santapan qalbu yang paling bermanfaat adalah keimanan dan obat yang paling manjur adalah al-Qur،¦an.

Selain itu, qalbu yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Mengembara ke Akhirat

Qalbu yang sehat mengembara dari dunia menuju ke akhirat dan seakan-akan telah sampai di sana. Sehingga dia merasa seperti telah menjadi penghuni akhirat dan putra-putra akhirat. Dia datang dan berada di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi shallallhu ،¥alaihi wasallam bersabda,
"Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang melewati suatu jalan." (HR. al-Bukhari)

Ketika qalbu seseorang sehat, maka dia akan mengembara menuju akhirat dan terus mendekat ke arahnya, sehingga seakan-akan dia telah menjadi penghuninya. Sedangkan bila qalbu tersebut sakit, maka dia terlena mementingkan dunia dan menganggapnya sebagai negeri abadi, sehingga jadilah dia ahli dan hambanya.